Dualisme Entitas: Auditor dan Pemeriksa di Kejaksaan

 


Udah lama juga ya ga nulis (hehe). Ini tulisan pertamaku sejak aku lulus jadi PNS di Kejaksaan dengan formasi auditor. Jadi di Kejaksaan itu, untuk APIP-nya ada di Bidang Pengawasan. Seperti yang kita ketahui, kalau auditor itu kan di BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) disebut pemeriksa. Nah kalau di Kejaksaan sendiri itu ada auditor, dan juga ada pemeriksa. Auditor untuk pemeriksaan atas hal-hal yang terkait dengan keuangan, sedangkan pemeriksa itu lebih ke administratif dan penindakan atas pegawai yang melanggar aturan yang bisa berasal dari laporan internal maupun laporan pengaduan dari pihak eksternal, termasuk juga aduan dari masyarakat. Agak unik emang, mengingat di instansi induknya sendiri (BPK/BPKP) itu auditor dan pemeriksa adalah entitas yang sama.

Dualisme nomenklatur serta dualisme kewenangan ini kadang gimana yah. Seharusnya dengan peleburan jabatan-jabatan fungsional ke dalam satu induk aturan jabatan fungsional (Permen PAN & RB no. 1 Tahun 2023), semua jabatan fungsional harus dianggap setara—terlepas dari beragam namanya. Kecuali seperti yang dicanangkan, bahwa jaksa akan dijadikan pegawai negeri dengan kekhususan, itu lain cerita. Atau sekalian saja, dengan kewenangan berbeda itu diberi pemisah yang jelas antara auditor dan pemeriksa menjadi semacam subbagian. Subbagian pemeriksa untuk hal-hal administratif dan pelanggaran disiplin, subbagian auditor untuk yang berkaitan dengan keuangan. Alternatif lainnya; Pemeriksa Keuangan, Perlengkapan, dan Proyek Pembangunan (Pemeriksa Kepbang) menjadi Kepala Auditor.

Dalam dasar aturan Bidang Pengawasan (PERJA 022/A/JA/03/2011) pun, kami sebagai auditor tidak disebutkan. Jangankan tugas dan fungsi, nomenklatur "auditor" saja tidak ada. Jadi terkadang saya bertanya-tanya misalnya dalam mereviu laporan keuangan, atau pencairan anggaran yang terkadang kami dilibatkan, kami tidak memiliki aturan tertulis yang bisa dijadikan dasar untuk kami melakukan reviu tersebut. Posisi kami pun membingungkan. Dalam Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan (PERJA no. 1 Tahun 2022), jabatan fungsional lainnya itu di bawah asisten. Tapi dalam praktiknya, kami seperti di bawah Pemeriksa Kepbang. 

Yah semoga saja ke depannya ada perbaikan karena belakangan tugas dari auditor di Kejaksaan semakin kompleks. Jadi nostalgia ke hari-hari damai saat awal menjadi auditor, kerjaan minim banget, ga seperti sekarang. Tapi banyak kerjaan juga baik untuk diri sendiri sih (hehe).

Bolehkah seorang Ateis berharap?

Sebelumnya saya  tegaskan dulu standing ground saya. Saya teis. Saya beragama. Tuhan memiliki saya (bukan kebalikannya, terlalu lancang rasanya mendaku memiliki Tuhan). 


Sejak adanya media sosial, cukup banyak saya temukan netizen-netizen yang mengaku ateis. Pada umumnya, mereka yang mendaku diri sebagai ateis itu hanya ingin show off intelektualitas, semacam butuh pengakuan bahwa pikirannya itu out of the box, against the system, dan sebagainya. Namun sekalinya tersandung masalah, mengeluhnya ke Tuhan juga. Misalnya dengan parodi-sarkastik mengganti kalimat oh my god menjadi oh my goat (kambing adalah metafor dari Baphomet, yang disembah pemuja setan).  Padahal ateisme dengan satanisme itu beda, lho. 

Mari sekilas kita lihat dari sisi sejarahnya. Pada abad ke-20 hingga saat ini, ateis didefinisikan sebagai tidak memercayai keberadaan Tuhan atau Dewa-Dewi atau kekuatan apapun di luar kuasa manusia. Pada abad ke-18 dan sebelumnya, ateis digunakan untuk menyebut seseorang yang Tuhannya berbeda dengan yang dianut si penyebut. Misalnya umat kristen menyebut umat helenis Yunani dengan sebutan ateis, atau orang Romawi kuno menyebut umat kristen ateis karena tidak memercayai Dewa-Dewi pagan mereka.

Saat ini, umumnya mereka yang ateis menganut filosofi realis-logis; bahwa Tuhan itu tidak nyata karena tidak ada buktinya. Menolak keberadaan Tuhan. Menganggap bahwa dunia ini bergerak atas dasar kausalitas. one thing affects another. Nah, apabila seorang ateis berharapmisalkan berharap esok pagi turun hujankepada apakah ia berharap? Tentu bukan kepada Tuhan, karena mereka menolak keberadaanNya. Juga bukan kepada Dewa-Dewi. Juga bukan kepada entitas apapun itu yang Mahasegala di luar kemampuan manusia. Dan tentu saja bukan kepada hujan, karena mereka tahu hujan itu terbentuk karena hukum kausalitas, bukan berdiri sendiri dan mempunyai kehendak.

Jadi menurutku sih real ateis itu ga mungkin berharap. Karena jika ia berharap, seharusnya titel ateisnya invalid. Karena secara tidak langsung ia percaya akan keberadaan entitas Mahakuasa. Atau setidaknya berharapnya hanya terbatas pada makhluk yang mempunyai kehendak sendiri. Jika seorang ateis ingin hujan turun, misalnya, maka  ia sendiri (dan/atau dengan teknologi yang ada) yang harus mengupayakannya. Mungkin dengan menyewa helikopter kemudian menebar garam ke awan di atas daerah yang diinginkannya untuk turun hujan. Andai hujan tidak turun sesuai keinginan, ya mau gimana lagi.

Beruntungnya seorang teis mempunyai privilege  yang disebut doa. Doa adalah bentuk seorang teis menyampaikan harapan terhadap hal-hal di luar kendalinya. Harapan yang ditujukan entah itu kepada Tuhan, Dewa-Dewi, entitas Mahakuasa, dan sebagainya tergantung yang dipercayainya. Selama ada entitas Mahakuasa yang dipercayai, seseorang tidak dapat menyebut diri ateis. Seharusnya.

Jadi jika ada orang yang Anda  kenal  mengaku ateis dan suatu ketika ia keceplosan berharap kepada  selain makhluk yang mempunyai kehendak sendiri, coba tanyakan kepadanya: harapan itu ditujukan ke  apa/siapa? ehehehe.

A Journey to Batam and some other Islands (Part 2, End)

Sebelum membaca, ini adalah lanjutan dari postingan ini. Sempat kelupaan sih haha kelupaannya 2 tahun lebih.

Dari Pantai Trikora kami melanjutkan perjalanan ke Lagoi. Dari Trikora ke Lagoi berapa jam ya lupa, udah lama soalnya :(. Sempat beberapa kali kami nyasar saat itu, maklum masih newbie dalam membaca peta. Kami bahkan sempat singgah ke kantor polisi untuk menanyakan alamat, karena ada satu kawasan yang sepertinya akan jadi kawasan perkantoran pemerintah gitu yang jalannya bikin bingung.

Akhirnya kami ketemu gerbang masuk ke Lagoi. Sebelum masuk ke daerah Lagoi, kami makan dulu di kedai nasi terdekat. Antisipasi kali aja di sana ga ada makanan yang murah haha. Di meja makannya terdapat semacam ceret kecil dan di bawahnya ada semacam wadah gitu. Awalnya kukira itu isinya air minum, tapi kata temanku kalau air kobokan di sini itu seperti itu. Untung belum sempat kuminum.

Setelah makan, kami pun pergi ke gerbang masuk Lagoi.  Berapa ya masuknya kemarin, lupa. Udah lama soalnya :(. Kata temanku ada beberapa pilihan di Lagoi, mau ke Pantai Nirwana atau Treasure Bay. Pantai Nirwana katanya gratis, kalau Treasure Bay masuknya 150 ribu. Tujuannya sih Pantai Nirwana awalnya. Tapi karena salah pilih jalan (Nirwana ke kanan, Treasure Bay ke kiri) dan sadar salah pilih jalannya pas jalannya udah mentok yah gitu, akhirnya kami ke Treasure Bay.

Saat masuk Treasure Bay, ada 2 jalur buat wisatawan lokal dan satunya buat bule-bule. Kita dikasih semacam gelang gitu ada saldo 60 ribu katanya. Aku sempat memerhatikan tarif yang tertera dekat pintu masuknya. Sangat tidak wallet-friendly. Beberapa yang kuingat itu ada sewa jetovator 3,2 juta per setengah jam, ada sewa bola kaki 100 ribu, sewa pelampung 80 ribu. Banyak lagi sih, tapi lupa. Udah lama soalnya :(.

Di dalam Treasure Bay itu ada semacam penginapan gitu kecil-kecil lucu mirip hobbit house dan sejauh yang kuperhatikan yang nyewanya bule semua. Viewnya pun bagus. Ada semacam kolam renang besar gitu pakai air laut (asin soalnya airnya). Ada tempat main voli pantai gitu, ada tempat main bola kaki berpasir, ada kursi di pinggiran kolam buat berjemur, juga ada barnya. Kami kemudian menyewa bola kaki. karena kami cuma berempat, penjaganya ikutan main juga 2 orang. Aku sih ga hobi main bola, tapi yah karena orangnya kurang jadi aku ikutan main juga.

Treasure Bay saat malam
Kami di sana sampai malam. Kami kira saldo di gelang itu bisa diuangkan kembali, ternyata harus dihabiskan di lokasi. Sisa saldo 140 ribu ternyata masih ga cukup buat beli pizza kecil di barnya yang setipis kerupuk, jadi nambah duit lagi.

Di perjalanan keluar dari Lagoi, hujan turun cukup deras. Kami berencana mencari penginapan di luar kawasan Lagoi karena kalau di Lagoi itu mahaaal bener. Tapi ternyata ga ada penginapan yang kosong malam itu. Temanku bilang ada rumah saudaranya di Tanjung Uban, tapi ke sana katanya sedang rawan begal. Setelah berteduh beberapa saat, kami melanjutkan pencarian. Akhirnya karena cuaca dingin, kami berhenti di warung bakso.

Di warung bakso temanku bertanya ke penjualnya di mana penginapan murah dekat sini. Temanku ini logat jawanya cukup kuat kalau bicara. Kemudian ada mas-mas gitu nimbrung, gimana kalau nginap di rumah dia aja katanya. Yaudah  karena ga ada pilihan kami nerima aja. Namanya mas Rahman, baru nikah dan ada anak kecil kurang dari setahun di rumahnya. Kami dipersilakan tidur di ruang tengahnya. Alhamdulillah, masih ada orang baik yang mau menampung kami untuk semalam. Yah ga ada masalah sih asal orang tua Bagong ga tau, kalau tau yah wassalam.

Paginya kami melanjutkan perjalanan. Kami mencari masjid untuk mandi. Di masjid, kami bertemu anak-anak MDA. Mendadak seperti vlogger-vlogger di yutub, dikelilingi anak-anak, ditanyain kami dari mana, mengapa mandi di Masjid, dan pertanyaan lainnya. Kemudian kami sarapan sambil debat politik haha. Dua orang pro Prabowo vs seorang Jokower garis keras. Bagong karena ga ngerti apa-apa jadi kameramen.

Kemudian kami pergi ke pelabuhan, menuju ke Pulau Penyengat. Naik perahu dari Bintan ke Penyengat cuma 14 ribu. Tapi Budi dan Bagong awalnya takut, soalnya minggu lalu baru terjadi kecelakaan di sana yang menewaskan hampir semua penumpangnya. Tapi alhamdulillah kami tiba di sana dengan selamat. Ada masjid terkenal di Pulau Penyengat yang konon bukan menggunakan semen melainkan putih telur sebagai perekat dindingnya. Di sanalah kami shalat jumat. Selesai shalat, kami keliling dan juga ke makam Raja Ali Haji, sang penggubah Gurindam Dua Belas.
Masjid Raya Pulau Penyengat
Seusai dari Pulau Penyengat, kami balik ke Bintan  kemudian langsung ke Batam. Di Batam yah kurang seru sih, mainnya cuma seputaran Nagoya doang sambil nyari pokemon. Temanku nyari parfum buat ceweknya. Range harganya jauh-jauh sih kalau ga pandai nawar. Di toko pertama 1,2 juta, nawar mentoknya di 950 ribu. Di toko berikutnya ditawar bisa dapat 600 ribu. Murah itu katanya. Orang kaya mah bebassss.

Minggu pagi kami pulang. Ke bandara diantar temannya cewek temanku. Cewek temanku ini seniorku di SMA, aku masuk pas dia  tamat. Jadi usia cewek temanku itu yah sekitaran 3 tahun di atasku. Berhubung pas  sampai di bandara pada pamitan dengan cium tangan, ya aku ikutan. Tapi pas aku mau cium tangan juga, malah dilarang. Apa salahku? mengapa mereka boleh dan aku tidak :(.

Karena berangkatnya pagi, jadi oleh-oleh yang kubawa cuma Cake Villa dan Luti Gendang yang dijual di bandara. Gerai oleh-oleh di luar bandara belum buka sepertinya. Alhamdulillah pesawatnya ga delay. Di pesawat aku ketiduran sejak awal terbang. Kata temanku sampai ditanyai mba pramugari, itu temannya tidur pulas banget, kecapekan ya? waduh malu euy mba pramugarinya perhatian haha.
The Backpackers
Minggu siang kami tiba di Pekanbaru. Liburan yang cukup panjang, seru dan juga hemat baru saja usai. Back to reality~

Vlog BPJS Ketenagakerjaan


Kali kedua saya  mendaftar rekrutmen BPJS Ketenagakerjaan. Tahun lalu saya ikut juga, gagal di tes online (suram bener).  Tahun ini rekrutmennya agak unik. Para pendaftar diharuskan membuat video (vlog) yang harus diunggah pada tangal 1  Februari 2019 di Instagram dan Youtube dan tag ke akun BPJS dan akun rekrutmen BPJS.

Berbagai spekulasi muncul akibat syarat vlog ini. Ada yang menganggap ini bentuk promosi. Ada juga yang menganggap ini suatu bentuk seleksi alam  mengurangi peminat untuk mendaftar. Yang mana pun terserah sih. 

Sebagai manusia dengan kepercayaan diri minus, saya awalnya urung untuk mendaftar. Tapi setelah menimbang kembali, apa salahnya dicoba kan. Kalau gagal (semoga ngga) ya setidaknya pernah latihan jadi vlogger ehe. Toh juga nanti pada saat mengunggah video bisa diprivat khusus akun BPJS saja yang melihatnya. Dan juga bentuk latihan mengasah percaya diri, apalagi posisi yang kuincar itu bagian pelayanan dan pemasaran jalur S1.

Pertimbanganku lainnya yaitu saat ini mencari pekerjaan bagi FG (fresh graduate) sepertiku ini sangaaat susah. Jangan sampai status FG ini berubah jadi RG ya Allah. RG ini istilahku sendiri sih buat motivasi diri ehehe. Aneh memang, tapi bagiku fearmongering cukup ampuh dalam memotivasi.  Kepanjangannya bukan Rocky Gerung lho ya. RG (rotten graduate) titel sakti  buat FG yang ga dapat-dapat kerja  setelah sekian lama. Jangan sampai upgrade titel ke ini dah. Amin.

Untuk  videonya sendiri, berdasarkan contohnya sih menjelaskan secara singkat mengenai BPJS. Di akhir videonya harus pakai tagline Calon Pekerja Sadar BPJS Ketenagakerjaan. Kendati  disuruh unggah pada 1 Februari 2019, namun sejak beberapa hari yang lalu sudah cukup banyak yang mengunggah baik di Instagram maupun di Youtube.  Di Youtube malah ada yang buat video tutorialnya wkwk.

Saya kasih spoiler video saya deh ehehe. Sebenarnya ga suka  unggah-unggah video sih tapi ya berhubung ini blog kaya ndak ada  pengunjung, ga apalah. Toh paling yang lihat satu-dua orang. Sukur-sukur sampai segitu ahahaha. (edit : 20/03/2019 video was deleted).

Yah semoga  saja saya bisa lulus kali ini. Berdasarkan usia sih kesempatan saya masih tersisa sekali lagi tahun depan. Tapi ada  kabar yang mengatakan tahun depan tidak ada penerimaan pegawai baru. Semoga saya lulus.  Amin. Mulai lelah abang dek ikut tes terus~

Ayo Matikan Televisimu

Sudah lama saya berhenti menonton televisi. Terakhir saya rutin menonton televisi adalah pada era film kartun masih banyak tayang di hari Minggu. Kemudian intensitasnya berkurang seiring berkurangnya tayangan film kartun. Hingga akhirnya berhenti total dalam beberapa tahun belakangan.

Kita pernah punya acara yang cukup berkualitas pada zamannya. Sebut saja Tersanjung, Wiro Sableng, Si Toloy, MTV Ampuh, Kuis Siapa Berani (kalau yang ini masih ada sampai sekarang di TVRI) dll. Ah, good ol' days. Saya heran entah apa yang menyebabkan acara-acara di televisi bergeser hingga semeleset ini. Apakah karena budaya menerima apapun dari masyarakat, atau ketidakpedulian awak media dalam mencerdaskan (atau setidaknya ga menggoblokkan) masyarakat, ataukah gabungan keduanya?

Saya sih ga terlalu masalah terhadap acara-acara saduran dari televisi luar semisal Who Wants to be a Millionaire, Indonesian Idol, Indonesia's got Talent dan sejenisnya toh jika memang bagus, apa salahnya? Setidaknya diharapkan saduran itu bisa memberi inspirasi untuk membuat tayangan bagus di kemudian hari, cukup bagus sehingga kita yang biasa menyadur menjadi yang disadur. Kendati demikian, bukan acara total plagiat seperti shitnetron sinetron Kau Yang Berasal Dari Binatang Bintang yang membuat malu level antarnegara.

Bagiku tayangan-tayangan di televisi itu sama saja, apapun channelnya. Hanya beda judul/nama. Konsepnya sama; lawakan garing body shaming, penonton bayaran, sinetron genre musiman (misalnya genre tertentu laku, semua channel ikutan bikin genre yang sama), acara mistis-mistis buatan yang 'menjual' setan, dan yang paling parah menurutku yaitu acara fake yang dikesankan nyata seperti Termehek-Mehek dan Katakan Putus.

Mengapa berbahaya? sinetron, mau seasli apapun dibuat tetap kita tahu bahwa itu fiktif belaka. Dulu pernyataan ini sering dimuat sebelum sinetron tayang, tapi sekarang ga pernah kelihatan. Unnecessary they think, probably. Berbeda dengan acara fake yang terkesan nyata ini, tanpa disclaimer  apapun. Banyak yang percaya bahwa kejadian percekcokan/drama itu nyata. Padahal itu hanya cekcok/drama settingan yang diperankan oleh mereka yang gagal ngartis.

Coba bayangkan, masyarakat yang awalnya percaya, kemudian seiring berjalannya waktu sadar bahwa itu hanya settingan, mulai berhenti menontonnya. Kemudian acaranya naik ke level 'real' berikutnya. Kemudian masyarakat sadar lagi. Begitu terus berulang siklusnya. Hingga akhirnya masyarakat terkena skizofrenia massal, tidak bisa lagi membedakan mana yang nyata, mana settingan. Lihat saja yang baru-baru ini kasus penggerebekan oleh Vicky Prasetyo. Masyarakat langsung men-judge bahwa itu settingan. Padahal jika itu nyata, kita telah kehilangan empati atas duka sesama. Yah walaupun aku juga yakin itu settingan sih (haha).

Sesekali ada sih saya nonton acara televisi, tapi di youtube. Kebanyakan sih acara berita/debat politik/investigasi. Meskipun kurang up to date (karena biasa muncul di youtube beberapa jam setelah tayang di televisi) tapi bisa kita setting speed x2 ehehe hemat waktu lebih dari 60% karena ga ada iklan juga.

Melalui tulisan ini, saya berharap saluran-saluran televisi di Indonesia ke depannya bisa memiliki kualitas yang bagus dan layak tonton. Untuk pemilik media, tolonglah hentikan acara-acara tidak bermutu. Jika tidak bisa mencerdaskan, setidaknya jangan menggoblokkan. Dan kita, sebagai konsumen, ayo bersikap kritis. Jika kita mau berhenti menonton acara-acara nirfaedah, mungkin media juga akan berubah. Yah tapi walau bagaimanapun, aku tetap pada posisi awalku : Ayo Matikan Televisimu.

Pancasila Milik Siapa?

4 tahun belakangan, kita mulai sering mendengar Pancasila digaungkan. Seiring dengan itu, radikal dan intoleran tak kalah sering juga diuar. Sebagai orang yang memandang Pancasila dalam kacamata netral--dalam artian tidak fanatik juga tidak anti--tentu awalnya saya senang ada yang mengingatkan kepancasilaan. Namun semakin lama gaungan itu tak hanya sekadar gaungan. Sebagian golongan Pancasila ini bisa dengan gampangnya menuduh orang lain anti Pancasila, makar, dan sebagainya. Aku yang awalnya netral, belakangan malah agak eneg mendengar Pancasila digunakan seenaknya. Kuharap aku ga benci Pancasila karena ini, karena bukan dialah yang salah. Tolong, jangan membuatku benci dengan pancasila.
                                                               
 *******

Tentu saya sadar betul, gerakan yang mirip fanatisme kepada Pancasila ini semakin membesar setelah kasus HTI, yang mana cukup disayangkan ternyata punya agenda tentang negara khilafah. Tetapi reaksi pemerintah yang kutangkap sih terlalu berlebihan padahal mostly member HTI ini salafi, yang notabene tunduk pada penguasa. Katanya sih karena anggotanya jutaan. Katanya.

Berbicara tentang Pancasila dan HTI tentu belum lengkap dong tanpa Banser. Ya, si so-called penjaga Pancasila. Sepak terjangnya belakangan di bawah pimpinan Yakut sangat kontroversial--yang dalam hal ini kuanggap buruk. Berapa kali mereka membubarkan pengajian, membuat prasyarat nyanyi lagu Indonesia Raya sebelum pengajian, hormat ke bendera, dan lain sebagainya. Yang terbaru mereka bakar Ar-Rayah dengan bangganya karena mereka meyakini itu bendera HTI. Apa hak mereka berbuat sedemikian rupa?

Terkadang aku kagum sama Banser ini. Anggotanya yang cukup terkenal, Permadi alias Abu Janda itu seorang maniak Nazi. Ada juga foto anggota Banser berjejer dua barisan berhadapan yang masing-masing hormat ala Hitler. Tapi kok bisa petingginya juga dekat dengan Yahudi yang punya dendam akibat sejarah kelam dengan Hitler? mungkin ini bisa menjadi bahan penelitian bagaimana oportunisme menyatukan semua (haha).

Indonesia punya beberapa ormas islam yang besar yang menurutku belakangan sedang adu kuat-kuatan. NU yang sekarang menurutku terlalu banyak penunggang, baik itu islam nusantara, islam liberal dan ada juga syiah. Oleh karena itu sebagian anggota NU membentuk NU Garis Lurus (NU GL) yang salah satu orang yang vokal menyuarakan itu Ustadz Abdul Somad. Mungkin inilah alasan mereka sering mempersekusi UAS. Dalam menanggapi kasus pembakaran Ar-Rayah pun, NU pecah suara. Tentu Yakut cs istiqomah dengan kengawurannya. Di sisi lain, FPI, MUI dan Muhammadiyah tampak solid. Bahkan UAS lebih memilih HRS daripada SAS (kesimpulan sendiri, setelah melihat beberapa ceramah UAS).

Banser ini kuat di Jawa. Di Sumatera mereka tak bisa apa-apa. Berapa kali mereka ditolak saat hendak mengadakan acara di Sumatera. Bagak kandang, begitulah orang minang menyebutnya. Mereka merasa penafsir tunggal Pancasila, leluasa menghakimi yang beda, padahal menurutku Pancasila itu mengakomodir semua, selama masih sewajarnya.

Dari tindak-tanduk mereka dengan mendaku diri paling Pancasila, menunjuk mereka yang beda sebagai radikal dan intoleran secara leluasa, kelakuan mereka yang seenaknya menjalani tugas polisi dan tentara seolah aparat tidak lagi ada dalam urusan Pancasila--kesampingkan dulu wacana tentang perlakuan hukum yang sama--apalagi polisi tampak mesra dengan mereka, belakangan timbul pertanyaan dalam benak saya;
Pancasila Milik Siapa?

It Is Pagang, Boi

Beberapa waktu lalu aku pergi ke Pulau Pagang. Namanya masyarakat Riau, kalau liburan hemat ya ke Sumbar, ehe. Area wisata di Riau sih ada beberapa, tapi  sedari dulu sebagian masyarakat terdoktrin dengan 'kalau masih di Riau ya bukan liburan namanya' (termasuk aku haha). Pulau ini masuk wilayah Sumatera Barat. Butuh sekitar 50 menit  dari Bungus.

Kami tiba malam hari, langsung cek in di Cavery Beach hotel. Lebih tepat disebut cottage deh rasanya, soalnya kamar kami nginap itu seperti kamar kos, dua kamar bersebelahan. Tapi lokasinya strategis, langsung menghadap laut. Cocok buat berbulanmadu, suara ena-ena bisa diredam oleh ombak (haha). Kami pergi berempat, menyewa hanya 1  kamar. Maklum, budget traveler. Alhasil  yah gitu, kami tidur berdempetan seperti ikan sarden karena kasurnya cuma satu.

Paginya aku dibangunkan oleh deburan ombak. Agak kesiangan  sih, untung masih sempat subuhan. Tanpa ba bi bu langsung aku keluar kamar, menyusuri garis pantai, nyari umang-umang (sebagian orang menyebutnya kelomang), manjat pohon yang tumbuh dekat pantai, dll. Temanku yang bawa mobil masih tidur, kecapekan. Sekitar pukul 9 pagi si beliau ini bangun. Langsung dah kami suruh bergegas siap-siap, kami bilang ke dia bahwa jadwal cek out  jam 10 pagi (padahal jam 12 siang).

Setelah cek out, kami pun berangkat ke pulau pagang. Untuk mencapai ke sana (dan beberapa pulau lainnya) sih kata temanku hanya sekitar 100 ribu, jangan  ambil paket wisata katanya. Sialnya kami hanya menemukan yang paketan. 250 ribu per kepala. Setelah nego, dapatlah 210 ribu per kepala. Kami bayar 850 ribu untuk berempat, tapi ga dikasih kembaliannya. Sialan.

skandal
Kami seperjalanan dengan kakak-adik yang cukup berumur, 40-45 tahun sih taksiranku. Mereka minta kami manggil mereka kakak aja (mereka manggil kami adek-adek montok). Yang bener aja, masa manggil kakak ke orang yang umurnya hampir sama dengan umur ibuku. Jadi yah gitu, terkadang ada pertentangan batin saat mau memanggil mereka, kadang manggil kakak, kadang tante, kadang ibu. Sepanjang perjalanan ke Pagang, temanku yang nyupir bawaannya galau aja. Lagi ribut dengan pacarnya. Karena tau hal tersebut, mulai deh tante-tante tadi godain kawanku ini. Tante-tante ini katanya berasal dari Ujung Batu. Salah satunya cerita bahwa ia baru cerai. Faedahnya share ke random people yang baru ditemui apaan anjir.

Setelah 50 menit bersama tante, akhirnya kami tiba di Pulau Pagang. Bye, have a wonderful day. Tadinya sih mau bilang gitu ke tante-tante itu, tapi ternyata bukan untuk di kapal aja, kami sepaket dengan tante-tante itu sampai pulang dari Pagang (ya allah). Secara personal aku ga ada masalah sih, tapi siapa coba yang mau liburannya direcokin tante-tante? asdfasdasfas.

dari kamera hp, tanpa filter apapun

Pulau Pagang ini lautnya cantik bener  deh. Ada gradasi warna air di dekat pantainya disebabkan oleh kedalaman airnya. Biru laut, keunguan, biru muda, ada tosca juga. Pasirnya putih bersih. Cantik deh. Kami sempat nemu  ubur-ubur juga. Banyak ikan warna-warni di perairan dangkalnya. Pulau ini berdekatan dengan Pulau Pamutusan dan Pulau Pasumpahan.

Dalam paket wisata ke Pagang, ada sesi foto dalam laut di dekat terumbu karang. Namun ternyata Pulau Pagang ga se-friendly penampakannya. Ternyata selain banyak ikan, perairan dangkalnya juga banyak bulu babi. Aku dan seorang temanku kena bulu babi. Perih euy. Pas kena bulu babi, kami tanyakan ke orang travelnya,  tapi mereka ternyata ga punya obat atau apapun untuk sekadar menutup luka. Kami tanyakan soalnya kan kenanya di lokasi yang mereka pilih untuk underwater photo.

Paket berikutnya  naik banana boat. Tante-tante tadi ikutan juga. Seperti biasa, banana boat akan menjatuhkan penumpangnya di sesi  terakhir. Setelah melihat make  up si tante luntur karena nyebur ke laut, kami putuskan tak akan memakai panggilan lain selain 'ibu' ke tante-tante ini.

tim lengkap

the view is lit AF

Selanjutnya kami ke Pulau Pasumpahan. Ada semacam bukit yang ga tinggi-tinggi amat, yang kalau naik ke puncaknya bisa kita lihat pemandangan indah pulau-pulau sekitarnya. Sayangnya keindahan ini terusak oleh sampah-sampah yang tampak di beberapa titik, walaupun tak banyak sih. Di puncaknya berkibar bendera merah putih (kaya di gunung aja).

f.r.i.e.n.d.s.h.i.p

Kemudian kami ke Pulau Suwarnadwipa  (masih dalam paket perjalanan). Berhubung parkiran kapalnya penuh, kami batal ke Suwarnadwipa. Langsung kembali ke Bungus (ga ada pengganti katanya). Setibanya di Bungus, kami minta file foto bawah air tadi. Ga ngerti juga setelah kami serahkan flashdisk, orang travelnya kekeuh bilang ntar fotonya dikirim via gmail. Setelah kami pergi dari Bungus, kami bingung. Gimana bisa mereka berjanji ngirim foto via gmail tanpa minta alamat gmail kami? asdasdafasdsaf.

Sepulang ke  rumah,  kami cari info travel tersebut. Kami dapat nomornya, tapi tiap nelpon ga pernah diangkat. SMS pun ga pernah dibalas. Nomor tersebut ter-link dengan akun Line. Kami coba hubungi, ga ada respon  sama sekali. Beberapa hari kemudian, masuk notifikasi Line dari pihak travel,  ternyata broadcast doang. Telor. Bisa-bisanya mereka promosi ke pelanggan  yang  minta kirim foto (yang ga pernah digubris). Masuk blacklist dah ini travel. Nama travelnya sih kurang tau, tapi contact person dan  orang yang melayani kami saat itu namanya Andi.

Nah ya gitu, perjalanan berakhir bahagia berhias dongkol. 

Dualisme Entitas: Auditor dan Pemeriksa di Kejaksaan

  Udah lama juga ya ga nulis (hehe). Ini tulisan pertamaku sejak aku lulus jadi PNS di Kejaksaan dengan formasi auditor. Jadi di Kejaksaan i...